Ulasfakta – Mahasiswa asal Kabupaten Kundur, Karimun, Jhoko Prasetiya, menyuarakan keprihatinannya terkait kebijakan buka-tutup pelayanan Unit Gawat Darurat (UGD) di RSUD Tanjung Batu, Kundur.
Jhoko mengungkapkan, berdasarkan informasi yang diperoleh dari akun media sosial Wak Celoteh, sejumlah masyarakat mengeluhkan bahwa pasien yang sakit di atas pukul 21.00 harus mencari klinik terdekat atau, jika dalam kondisi darurat, harus dirujuk ke RSUD Muhammad Sani di Tanjung Balai Karimun.
Hal ini menjadi kendala besar bagi warga, mengingat perjalanan menuju RSUD Muhammad Sani harus ditempuh melalui jalur laut dengan waktu sekitar 30 hingga 60 menit, tergantung pada kondisi gelombang.
“Saya mempertanyakan peran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karimun dalam permasalahan ini. Mengapa pelayanan UGD RSUD Tanjung Batu Kundur harus mengalami buka-tutup dengan alasan keterbatasan dokter dan obat? Seharusnya ada solusi nyata agar masyarakat tidak dirugikan,” ujar Jhoko Prasetiya.
Ia juga menyinggung regulasi terkait layanan gawat darurat di rumah sakit yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009, khususnya pada poin 2 dan 3 yang menyatakan bahwa:
1. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit harus beroperasi 24 jam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.
2. Nama layanan gawat darurat di rumah sakit diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Jhoko menegaskan bahwa pemerintah seharusnya menunjukkan komitmennya dalam memperhatikan layanan kesehatan masyarakat.
“Sebagai mahasiswa, saya merasa bertanggung jawab untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat. Kami akan terus mengawal permasalahan ini dan mendesak Pemkab Karimun untuk segera turun langsung melihat kondisi RSUD Tanjung Batu Kundur,” tegasnya.
Ia juga berharap agar pemerintah daerah segera memberikan perhatian khusus terhadap layanan kesehatan masyarakat dan memastikan bahwa kepentingan masyarakat tetap menjadi prioritas utama. (Jo)